Pembuatan
Benang dengan Mesin Reeling
Sebelum kokon dapat diuraikan
menjadi benang pada mesin reeling, terlebih dahulu harus dimasak dengan air
panas yang bersuhu ± 95ºC selama 1 – 2 menit. Pemasakan ini dilakukan agar
ujung-ujung serat-serat filamen sutera mudah dicari dan diuraikan pada saat
reeling. Penguraian dan pencarian ujung filamen dilakukan dengan peralatan
sikat yang berputar-putar pada mesin Reeling.
Air yang
digunakan harus memenuhi syarat-syarat :
- Harus bersih, jernih dan bebas dari macam-macam kotoran.
- Sedapat mungkin netral atau sedikit alkalis dengan pH 6,8 –
8,5.
- Kesadahan diantara 8º – 10º, kesadahan Jerman.
- Sisa penguapan 0,15 – 0,2 gr/1.
Pada mesin reeling konvensional
sejumlah ujung filamen dari beberapa buah kokon, disatukan dan ditarik melalui
pengantar, kemudian digulung pada kincir atau haspel. Filamen dapat diberi
sedikit antihan agar dapat saling berpegangan satu sama lainnya.
Setiap pekerja dapat memegang mesin Reeling sampai 20 mata
pintal. Biasanya setiap mata pintal terdiri dari 5 – 8 buah kokon. Pada mesin Reeling
otomatis yang dilengkapi dengan alat pencari dan penyuap filament secara
mekanis, seorang pekerja dapat memegang 400 – 600 mata pintal, dengan kemampuan
produksi 3 – 4 kali mesin Reeling konvensional.
Serat yang dihasilkan digulung dalam bentuk streng,
kemudian dibundel dengan ukuran berat
± 6 pound, yang disebut “books”. Selanjutnya books-books ini
dipak dalam bentuk bal, yang dapat langsung dikapalkan.
Benang sutera tersebut setelah
sampai di pabrik Pertenunan atau Perajutan, sebelum digunakan biasanya
dilakukan pengerjaan-pengerjaan persiapan, sebagai berikut :
- Penggulungan kembali pada spool
- Penggintiran dengan mesin gintir
- Untuk memantapkan antihan terlebih dahulu dimasukkan
kedalam kamar uap selama ± 30 menit
- Penghilangan serisin Pemintalan dengan mesin Reeling dapat
dilakukan dalam
dua cara, yaitu :
• Cara
Italy atau cara tavelle, dimana sekelompok filament kokon dipersatukan dan
dililitkan satu sama lain (untuk mendapatkan benang yang rata dan daya lekat
yang tinggi antar filamenfilamennya). Cara ini banyak digunakan di Indonesia.
• Cara Perancis atau cara Chambron dimana dua kelompok
filamen kokon dililitkan satu sama yang lain. Kemudian lilitan tersebut
dipisahkan kembali untuk digulung pada dua kincir yang terpisah.
Limbah
Sutera
Limbah sutera terdiri dari :
• Limbah yang terjadi pada saat pengerjaan pada mesin reeling.
• Bagian dalam kokon yang tidak berguna.
• Limbah kokon cacat yang filamennya terputus.
• Limbah yang terjadi pada saat pengerjaan penggintiran pada mesin gintir.
Limbah
sutera tersebut diatas kemudian dipak dan dikirimkan ke Pabrik Pemintalan dalam
bentuk bal. Sebelum dikerjakan, limbah ini terlebih dahulu dibersihkan dan
dimasak (degumming) yang dapat dilakukan dengan dua cara/proses, seperti :
• Proses Inggris, yaitu dengan memasak atau merebusnya dalam larutan sabun.
Larutan ini melarutkan serisin dan menghasilkan filamen halus.
• Proses kontinental, yaitu dengan menggunakan teknik fermentasi pada mana ±
20% dari serisinnya masih terkandung dalam bahan sutera tersebut.
Bahan
sutera yang telah mengalami pemasakan selanjutnya dikerjakan dengan mesin-mesin
yang sama seperti, pada proses pengerjaan wol dan seratserat staple lainnya.
Serat-serat mengalami pengerjaan pembukaan, penguraian dan peregangan serta
penyisiran. Kemudian
disuapkan pada mesin Roving dan mesin Ring Spinning serta Twisting. Hasil
benangnya disebut Spun Silk.